Skip to main content

Ini Tentang Kami, Bertujuh. Sampai Kapan?

March, 13rd 2011

Ini tentang kami, bertujuh.

Saat ini saya merasa sedih. Betapa sangat terasanya perbedaan antara dulu dan sekarang. Dimana kami selalu menghabiskan waktu bersama-sama, dari pagi bahkan sampai pagi lagi, dari lelah bahkan sampai lelah pergi. Mereka tak pernah sekalipun mengajarkan saya untuk bersedih disaat sedang bersama mereka, mereka bahkan sangat perduli satu sama lain, mereka bahkan tidak pernah membedakan. Sebenarnya terlalu banyak alasan untuk "saya tidak ingin sekalipun pergi dari mereka".

Sekarang tak lagi sama.
Sekarang sangat berbeda.
Sekarang saya merindukan bermain kartu sampai tak mengenal waktu.
Sekarang saya merindukan semua kenangan yang tercatat dalam foto, dimanapun. Asal bersama kalian.
Sekarang saya merindukan semuanya.

Semester 4, ya. Kali ini kami benar-benar dipisahkan ruang. Terlebih ketika dari pertemanan kami membuahkan teman yang saling jatuh cinta. Saya sangat menghargai mereka, karena mereka butuh waktu berdua. Ternyata hal ini membuat waktu bertemu kami (bertujuh) mulai berkurang. Saya merasa kehilangan, seperti burung yang tulang sayapnya hilang satu, berat sebelah.

Kamu, yang bahkan bisa dibilang sahabat menurut saya. Satu setengah tahun kemarin, saya bergantung kepada kamu, dan saya rasa, kamu juga. Ketika kelas habis, kamu selalu bertanya "habis ini kita mau kemana?". Ya, kita. Menghabiskan waktu di P'Ge Cafe, Pondok Indah Mall, dan tempat yang kadang tidak penting. Atau ketika saya berada di rumah, kita sering berceloteh via telepon untuk suatu hal yang tidak penting. Kami lakukan itu berulang-ulang.
Sekarang?

Sekarang saya merindukan sahabat.

"Sampai kapan kita bisa kayak gini, ya?"
"Nggak ada yang tau. Disaat kita sibuk masing-masing mungkin. Atau malah kita bisa satu tempat kerja, nanti", Dia menjawab dengan bijaksana, sambil tersenyum.

Mungkin ini jawaban dari pertanyaan saya kepada salah satu dari kami di awal semester 4 ini ketika kami masih mengunjungi kelas satu sama lain, ketika kami masih sangat terasa dekat.

Mereka masih ada, tapi tak seerat dulu.

Atau mungkin ini hanya perasaan saya saja?
Atau mungkin benar?
Atau mungkin karena di kelas baru ini saya belum menemukan yg seperti mereka?
Atau mungkin saya harus bisa membiasakan diri di tempat yang bahkan asing buat saya?

Comments

Popular posts from this blog

Alay vs Bopung .. waw (*new)

Awkey, selamat datang kembali di miss.idiot's blog. Udah lama yah gue gak nulis. kangen juga .. Pada kangen kan sama gue ? (pasti jawabannya 'enggak!') yaudah, lanjut deh ..... 'Alay? Bopung? apaan sih tu?, ada yang tau gak?' Yap . Anak muda jaman sekarang sungguh sangatlah kreatif dalam menciptakan sebuah istilah gaul. Yang pasti bukan gue yang menciptakan istilah tersebut, karena gue bukanlah anak gaul. Hoho. Sepertinya semuanya sudah tau. Terlihat dari tampang saya yang lugu ini. (Hak Cuih Pret!) Jadi, Kemaren gue iseng2 buka bulletin board di friendster, ternyata rame banget ya coy(maaf, saya terkena Budi Anduk Syndrome. haha) ada yg cuma nulis 'onlen onlen, komen dong' , 'i love u so much' , 'brengsek! bajingan' , etc, entah itu di tujukan untuk siapa. Tapi mata gue hanya tertuju pada satu bullbo(bulletin board) entah itu buatan siapa, yang pasti isinya lumayan menarik buat di analisis. Yap. Karena gue belum pernah denger kata2 atau

Aku, Dia, Cinta, dan Diam

Jadi begini rasanya mencintai diam-diam. Melihatnya dari kejauhan saja, senangnya luar biasa bukan main. Ya, aku mengaguminya bahkan sekaligus mencintainya sudah hampir 6 tahun, secara diam-dialm. Seharusnya cintaku bunyi, tak cuma diam. Sebab kami saling mengenal satu sama lain, dan bahkan sering membuat konversasi yang menyenangkan, walau hanya sekadar melalui messenger. Yudha Andhika, ialah nama lengkapnya. Dia adik kelasku ketika SMA lalu. Kami cukup dekat, sebab dia berpacaran dengan sahabatku. Saat itu, aku tak jatuh cinta, cuma sekadar kagum akan kepandaiannya. Entah, buatku, lelaki yang pandai selalu mempunyai kharisma tersendiri, terlebih dia mampu bergaul dengan banyak orang. Kabar putusnya hubungan Yudha dengan Leona -sahabatku- tak memberi kebahagian tersendiri bagiku, sebab aku tak mungkin bisa membuatnya menoleh dan meminta hatinya. Cukup mencintainya saja, bukan untuk memiliki hatinya, ujar benakku. Waktu berjalan. Siapa bilang waktu tak mempunyai kaki? Fils

Kalau Tak Cinta, Pasti Tak Akan Luka

“Kamu di mana?” Entah sudah berapa banyak text message dariku yang memenuhi layar handphone -nya tapi tak digubris juga. Pun entah berapa puluh banyak Missed Call dariku yang ikut menyemaraki. Randi sengaja menghindariku, atau memang ada sesuatu di luar kendali yang terjadi? Seingatku, tak ada masalah besar antara kita di hari-hari yang lalu.  Entah ada apa dengan dia hari ini, menghilang 24 jam tanpa ada kabar, tak seperti biasanya. Perasaanku tak enak. Sejenak pikiran itu membawaku melangkah mendekati tempat tinggalnya, di sebuah kost pria di daerah Jakarta Selatan. Kuketuk pintunya, padahal kutahu kalau isi kamarnya kosong, tapi tetap saja kuketuk pintunya. Berharap ada jawaban, tetapi tetap saja tak ada. Kemudian ada langkah mendekat yang kudengar dari belakangku. “Mbak, cari Mas Randi ya?” “Iya, Bu. Ada kepentingan.” “Mas Randi tadi pagi pergi. Katanya mau ke luar kota. Ke Solo kalau nggak salah. Ada urusan kerjaan katanya.” Ucap Ibu-ibu separuh baya yang sambil mengg