Skip to main content

Surat darimu Beberapa Bulan Lalu


Ini kudapati surat darimu beberapa bulan lalu. Kamu tidak memberinya judul, tapi aku begitu paham maksud dari isi suratmu waktu itu.
Begini isinya,

“Sejak aku melihat wajahmu, aku merasakan ada sesuatu hal yang berbeda dalam hidupku ini.
Kamu memberikan warna dalam hidup, warna yang belum pernah aku temui sebelumnya. Warna itu sangat indah yang tak bisa kujabarkan dengan kata-kata. Ah, betapa indahnya.
Tapi aku hanya bisa menjawab warna itu secantik, seindah, seanggun, dan menawan seperti dirimu.
Dan kuharap warna ini atau yang kusebut warna dirimu dapat hidup di hati ini untuk selamanya, karena warna dirimu adalah warna yang sangat sempurna yang melengkapi warna-warna di hidupku, entah apakah aku sama sebaliknya bagimu? Seperti apa yang kamu berikan?
Entah kamu diciptakan untuk siapa.
Dan walaupun aku belum memiliki warna dirimu, pula benak menduga-duga, tapi setidaknya aku bisa merasakan memiliki warnamu.
Kamu, melukis hidup dihatiku.”

Manis, bukan?

Aku begitu lancang menunjukkan isi suratmu yang bahkan itu dulu, beberapa bulan yang lalu. Beberapa waktu lalu ketika aku mencoba membuka hati, mencoba belajar menerima dan memberi rasa, yang akhirnya aku sendiri yang memilih mundur karena tak sekalipun ada rasa lebih dari rasa sayang sepasang teman. Sampai akhirnya, pula kamu yang memilih menyerah.

Ada sesal awalnya, pula rasa takut. Iya, takut aku melukai hatimu. Pula kusesali, seharusnya tak kucoba karena tak yakin, membiarkanmu memiliki rasa terhadapku.
Bodohnya, aku lupa bilang maaf.

Kudengar kabar, kini kamu mendapati hati baru untuk dicintai, dan bahagianya kamu, ia punya rasa yang sama. Aku turut bahagia akan hal itu, sangat. Karena pada akhirnya, kamu mendapati apa yang kamu mau, yang bisa membalas rasa. Selamat, ya!

Oh iya, aku menulis ini sama sekali tak bermaksud apa-apa. Aku hanya tak sengaja menemukan suratmu yang kusimpan berantakan bersama tumpukan tugas-tugas akhir kuliahku. Pula karena jemari gatal ingin menggaruki keyboard laptopku yang tua ini.

Teruntuk kamu, selamat berbahagia. Doakan aku tuk sesegera mungkin menyusulmu.

Comments

Popular posts from this blog

Alay vs Bopung .. waw (*new)

Awkey, selamat datang kembali di miss.idiot's blog. Udah lama yah gue gak nulis. kangen juga .. Pada kangen kan sama gue ? (pasti jawabannya 'enggak!') yaudah, lanjut deh ..... 'Alay? Bopung? apaan sih tu?, ada yang tau gak?' Yap . Anak muda jaman sekarang sungguh sangatlah kreatif dalam menciptakan sebuah istilah gaul. Yang pasti bukan gue yang menciptakan istilah tersebut, karena gue bukanlah anak gaul. Hoho. Sepertinya semuanya sudah tau. Terlihat dari tampang saya yang lugu ini. (Hak Cuih Pret!) Jadi, Kemaren gue iseng2 buka bulletin board di friendster, ternyata rame banget ya coy(maaf, saya terkena Budi Anduk Syndrome. haha) ada yg cuma nulis 'onlen onlen, komen dong' , 'i love u so much' , 'brengsek! bajingan' , etc, entah itu di tujukan untuk siapa. Tapi mata gue hanya tertuju pada satu bullbo(bulletin board) entah itu buatan siapa, yang pasti isinya lumayan menarik buat di analisis. Yap. Karena gue belum pernah denger kata2 atau

Aku, Dia, Cinta, dan Diam

Jadi begini rasanya mencintai diam-diam. Melihatnya dari kejauhan saja, senangnya luar biasa bukan main. Ya, aku mengaguminya bahkan sekaligus mencintainya sudah hampir 6 tahun, secara diam-dialm. Seharusnya cintaku bunyi, tak cuma diam. Sebab kami saling mengenal satu sama lain, dan bahkan sering membuat konversasi yang menyenangkan, walau hanya sekadar melalui messenger. Yudha Andhika, ialah nama lengkapnya. Dia adik kelasku ketika SMA lalu. Kami cukup dekat, sebab dia berpacaran dengan sahabatku. Saat itu, aku tak jatuh cinta, cuma sekadar kagum akan kepandaiannya. Entah, buatku, lelaki yang pandai selalu mempunyai kharisma tersendiri, terlebih dia mampu bergaul dengan banyak orang. Kabar putusnya hubungan Yudha dengan Leona -sahabatku- tak memberi kebahagian tersendiri bagiku, sebab aku tak mungkin bisa membuatnya menoleh dan meminta hatinya. Cukup mencintainya saja, bukan untuk memiliki hatinya, ujar benakku. Waktu berjalan. Siapa bilang waktu tak mempunyai kaki? Fils

Kalau Tak Cinta, Pasti Tak Akan Luka

“Kamu di mana?” Entah sudah berapa banyak text message dariku yang memenuhi layar handphone -nya tapi tak digubris juga. Pun entah berapa puluh banyak Missed Call dariku yang ikut menyemaraki. Randi sengaja menghindariku, atau memang ada sesuatu di luar kendali yang terjadi? Seingatku, tak ada masalah besar antara kita di hari-hari yang lalu.  Entah ada apa dengan dia hari ini, menghilang 24 jam tanpa ada kabar, tak seperti biasanya. Perasaanku tak enak. Sejenak pikiran itu membawaku melangkah mendekati tempat tinggalnya, di sebuah kost pria di daerah Jakarta Selatan. Kuketuk pintunya, padahal kutahu kalau isi kamarnya kosong, tapi tetap saja kuketuk pintunya. Berharap ada jawaban, tetapi tetap saja tak ada. Kemudian ada langkah mendekat yang kudengar dari belakangku. “Mbak, cari Mas Randi ya?” “Iya, Bu. Ada kepentingan.” “Mas Randi tadi pagi pergi. Katanya mau ke luar kota. Ke Solo kalau nggak salah. Ada urusan kerjaan katanya.” Ucap Ibu-ibu separuh baya yang sambil mengg