Skip to main content

Aku dan Kamu, Cangkir dan Kopi Panas


Malam itu, kita membuat konversasi yang sedikit tanggung di hadapan secangkir kopi, tengah malam. Kamu yang penuh dengan candaan, dan aku yang kadang menyeriuskan cecandaan buatanmu itu, sampai larut ke koversasi yang pelik, tentang hati.

Kamu   : “kopinya tinggal satu cangkir nih.”
Aku      : “ya terus?”
Kamu   : “aku kopinya, kamu cangkirnya. Haha”
Aku     : “kamu kopi, dan aku cangkirnya? Kamu tahu, kopi dan cangkir memang bisa satu, tapi mereka tak akan pernah bisa saling bercumbu?”
Kamu   : “kok begitu?”
Aku    : “air kopi, selalu tak pernah dibiarkan sampai penuh, tak pernah dibiarkan sampai  menyentuh bibir cangkir.”
Kamu   : “kalau ada yang meminumnya, kita kan bisa bercumbu. Aku jadi bisa menyentuh bibirmu.”
Aku     : “haha! Kita bisa saling bercumbu tapi melalui perantara, maksudmu? Bibir kita dihisapi yang lain, begitukah?”
Kamu   : “berarti kita bukan cangkir dan kopi. Kita hanya penikmatnya saja.”
Aku      : “siapa tahu. Mungkin nanti ketika kita berpisah, ketika ada orang ketiga di antara kita. aku dan kamu akan jadi cangkir dan kopi. Aku cuma sebatas cangkir yang sendirian, dan kamu yang merupakan kopi yang habis diseruput orang ketiga.”
Kamu   : “mengharapkan?”
Aku      : “tidak, untuk saat ini tidak. Mungkin nanti.”
Kamu   : “I love you.”
Aku      : “I love you.”

Waktu sudah mencapai pagi, dan mata merengek minta diistirahatkan barang sejenak. Banyak aktivitas kita pagi sampai malam nanti, selain saling jatuh cinta. Mari pulang dan saling merengkuh mimpi.

Comments

Popular posts from this blog

Alay vs Bopung .. waw (*new)

Awkey, selamat datang kembali di miss.idiot's blog. Udah lama yah gue gak nulis. kangen juga .. Pada kangen kan sama gue ? (pasti jawabannya 'enggak!') yaudah, lanjut deh ..... 'Alay? Bopung? apaan sih tu?, ada yang tau gak?' Yap . Anak muda jaman sekarang sungguh sangatlah kreatif dalam menciptakan sebuah istilah gaul. Yang pasti bukan gue yang menciptakan istilah tersebut, karena gue bukanlah anak gaul. Hoho. Sepertinya semuanya sudah tau. Terlihat dari tampang saya yang lugu ini. (Hak Cuih Pret!) Jadi, Kemaren gue iseng2 buka bulletin board di friendster, ternyata rame banget ya coy(maaf, saya terkena Budi Anduk Syndrome. haha) ada yg cuma nulis 'onlen onlen, komen dong' , 'i love u so much' , 'brengsek! bajingan' , etc, entah itu di tujukan untuk siapa. Tapi mata gue hanya tertuju pada satu bullbo(bulletin board) entah itu buatan siapa, yang pasti isinya lumayan menarik buat di analisis. Yap. Karena gue belum pernah denger kata2 atau

Aku, Dia, Cinta, dan Diam

Jadi begini rasanya mencintai diam-diam. Melihatnya dari kejauhan saja, senangnya luar biasa bukan main. Ya, aku mengaguminya bahkan sekaligus mencintainya sudah hampir 6 tahun, secara diam-dialm. Seharusnya cintaku bunyi, tak cuma diam. Sebab kami saling mengenal satu sama lain, dan bahkan sering membuat konversasi yang menyenangkan, walau hanya sekadar melalui messenger. Yudha Andhika, ialah nama lengkapnya. Dia adik kelasku ketika SMA lalu. Kami cukup dekat, sebab dia berpacaran dengan sahabatku. Saat itu, aku tak jatuh cinta, cuma sekadar kagum akan kepandaiannya. Entah, buatku, lelaki yang pandai selalu mempunyai kharisma tersendiri, terlebih dia mampu bergaul dengan banyak orang. Kabar putusnya hubungan Yudha dengan Leona -sahabatku- tak memberi kebahagian tersendiri bagiku, sebab aku tak mungkin bisa membuatnya menoleh dan meminta hatinya. Cukup mencintainya saja, bukan untuk memiliki hatinya, ujar benakku. Waktu berjalan. Siapa bilang waktu tak mempunyai kaki? Fils

Kalau Tak Cinta, Pasti Tak Akan Luka

“Kamu di mana?” Entah sudah berapa banyak text message dariku yang memenuhi layar handphone -nya tapi tak digubris juga. Pun entah berapa puluh banyak Missed Call dariku yang ikut menyemaraki. Randi sengaja menghindariku, atau memang ada sesuatu di luar kendali yang terjadi? Seingatku, tak ada masalah besar antara kita di hari-hari yang lalu.  Entah ada apa dengan dia hari ini, menghilang 24 jam tanpa ada kabar, tak seperti biasanya. Perasaanku tak enak. Sejenak pikiran itu membawaku melangkah mendekati tempat tinggalnya, di sebuah kost pria di daerah Jakarta Selatan. Kuketuk pintunya, padahal kutahu kalau isi kamarnya kosong, tapi tetap saja kuketuk pintunya. Berharap ada jawaban, tetapi tetap saja tak ada. Kemudian ada langkah mendekat yang kudengar dari belakangku. “Mbak, cari Mas Randi ya?” “Iya, Bu. Ada kepentingan.” “Mas Randi tadi pagi pergi. Katanya mau ke luar kota. Ke Solo kalau nggak salah. Ada urusan kerjaan katanya.” Ucap Ibu-ibu separuh baya yang sambil mengg