Skip to main content

Aku Sebut Ini Bahagia


“Aku memang bukan siapa-siapa. Untuk mendapatkanmu, aku sudah siap-siap jika perjuanganku sia-sia.” - Ucap Halyan, kala itu di lini kala.


Entah tulisanmu barusan itu untuk siapa, atau cuma sekedar kumpulan kata-kata yang tak begitu berarti apa-apa buatmu, bagiku ialah luar biasa. Aku begitu suka permainan katamu dari perpaduan “siap-siap” dan “sia-sia” bergabung dalam kata “siapa-siapa” sampai menjadi tulisan yang begitu berarti buatku.
Dari sudut pandangmu aku tahu bahwa kamu begitu berjuang untuk menjadi siapa-siapa ketika mendapatkan, dan sudah bersiap-siap kalau perjuanganmu nyatanya cuma sekedar sia-sia. Sayang, sangat berartinya dia bagimu. Siapapun dia, kuharap kamu dapatkan dan merupakan kebutuhanmu.  Iya, kebutuhanmu. Semoga sampai tak kau jadikan dia Tuhanmu.
Sayang, aku turut bahagia atas bahagianya kamu. Bukan, bukan karena bahagiamu dengan yang lain. Kurasa semua pun tahu, bahagia atas itu, cuma sebatas semu. Tetapi karena saat ini, kamu sedang bersamaku. Aku turut bahagia atas bahagiamu karena bersamanya kita, sayang. Mungkin nanti, ada saat turut bahagianya aku atas bahagiamu dengan yang lain, ketika hilang rasa, ketika aku menemukan bahagia baru, kemudian bisa. Kurasa semua setuju.
Yang jelas, saat ini aku masih menyayangimu, kamu masih menyayangiku, dan bahagia masih bersama kita. Entah sampai kapan, sampai hati mati, dan tak ada lagi kita di sana.

Penuh sayang,
Sonia Anggi.

Comments

Popular posts from this blog

Alay vs Bopung .. waw (*new)

Awkey, selamat datang kembali di miss.idiot's blog. Udah lama yah gue gak nulis. kangen juga .. Pada kangen kan sama gue ? (pasti jawabannya 'enggak!') yaudah, lanjut deh ..... 'Alay? Bopung? apaan sih tu?, ada yang tau gak?' Yap . Anak muda jaman sekarang sungguh sangatlah kreatif dalam menciptakan sebuah istilah gaul. Yang pasti bukan gue yang menciptakan istilah tersebut, karena gue bukanlah anak gaul. Hoho. Sepertinya semuanya sudah tau. Terlihat dari tampang saya yang lugu ini. (Hak Cuih Pret!) Jadi, Kemaren gue iseng2 buka bulletin board di friendster, ternyata rame banget ya coy(maaf, saya terkena Budi Anduk Syndrome. haha) ada yg cuma nulis 'onlen onlen, komen dong' , 'i love u so much' , 'brengsek! bajingan' , etc, entah itu di tujukan untuk siapa. Tapi mata gue hanya tertuju pada satu bullbo(bulletin board) entah itu buatan siapa, yang pasti isinya lumayan menarik buat di analisis. Yap. Karena gue belum pernah denger kata2 atau

Aku, Dia, Cinta, dan Diam

Jadi begini rasanya mencintai diam-diam. Melihatnya dari kejauhan saja, senangnya luar biasa bukan main. Ya, aku mengaguminya bahkan sekaligus mencintainya sudah hampir 6 tahun, secara diam-dialm. Seharusnya cintaku bunyi, tak cuma diam. Sebab kami saling mengenal satu sama lain, dan bahkan sering membuat konversasi yang menyenangkan, walau hanya sekadar melalui messenger. Yudha Andhika, ialah nama lengkapnya. Dia adik kelasku ketika SMA lalu. Kami cukup dekat, sebab dia berpacaran dengan sahabatku. Saat itu, aku tak jatuh cinta, cuma sekadar kagum akan kepandaiannya. Entah, buatku, lelaki yang pandai selalu mempunyai kharisma tersendiri, terlebih dia mampu bergaul dengan banyak orang. Kabar putusnya hubungan Yudha dengan Leona -sahabatku- tak memberi kebahagian tersendiri bagiku, sebab aku tak mungkin bisa membuatnya menoleh dan meminta hatinya. Cukup mencintainya saja, bukan untuk memiliki hatinya, ujar benakku. Waktu berjalan. Siapa bilang waktu tak mempunyai kaki? Fils

Kalau Tak Cinta, Pasti Tak Akan Luka

“Kamu di mana?” Entah sudah berapa banyak text message dariku yang memenuhi layar handphone -nya tapi tak digubris juga. Pun entah berapa puluh banyak Missed Call dariku yang ikut menyemaraki. Randi sengaja menghindariku, atau memang ada sesuatu di luar kendali yang terjadi? Seingatku, tak ada masalah besar antara kita di hari-hari yang lalu.  Entah ada apa dengan dia hari ini, menghilang 24 jam tanpa ada kabar, tak seperti biasanya. Perasaanku tak enak. Sejenak pikiran itu membawaku melangkah mendekati tempat tinggalnya, di sebuah kost pria di daerah Jakarta Selatan. Kuketuk pintunya, padahal kutahu kalau isi kamarnya kosong, tapi tetap saja kuketuk pintunya. Berharap ada jawaban, tetapi tetap saja tak ada. Kemudian ada langkah mendekat yang kudengar dari belakangku. “Mbak, cari Mas Randi ya?” “Iya, Bu. Ada kepentingan.” “Mas Randi tadi pagi pergi. Katanya mau ke luar kota. Ke Solo kalau nggak salah. Ada urusan kerjaan katanya.” Ucap Ibu-ibu separuh baya yang sambil mengg